SINTANG, KALBAR- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sintang, Heri Jambri menilai pemerintah pusat harus proporsional dalam membagi pendapatan dari ekspor Crude Palm Oil (CPO). Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Sintang seharusnya mendapatkan pembagian hasil lebih dari pusat, karena Sintang salah satu daerah penghasil kepala sawit.
Yang terjadi kata Heri Jambri, dana transfer pusat melalui DAK di APBDP justru menurun tahun 2022 ini.
“Dana Alokasi Umum kita dulu 800 miliar, sekarang 700 an. Bukan malah meningkat. Tapi kalau kita mau jujur pendapatan Kabupaten sintang dari CPO ini luar biasa. Kita berharap lemerintah pusat proporsional, kita ini kan sumber pendapatan mestinya kembali pada kita hasil CPO. Selama ini kita ndak dapat apa-apa dari dari sawit, nol persen,” ujar Heri Jambri di DPRD Sintang belum lama ini.
Ada lebih dari 40 perusahaan kelapa sawit yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sintang. Sayangnya kata Heri, Sintang tidak mendapatkan apa-apa selain masalah dan kerusakan jalan. ” Kita hanya dapat masalahnya saja di Kabupaten, mestinya pemerintah pusat, sumber pendapatan daerah harus diperhatikan, apalagi Sintang penghasil CPO,” jelasnya.
Legislator Partai Hati Nurani Rakyat menilai sudah seharusnya Sintang mendapatkan pendapatan tambahan dari pemerintah pusat. Dana itu, sangat dibutuhkan untuk memperbaiki infrastruktur yang selama ini hanya bertumpu pada transfer pusat.
“Sawit kan ditanam di sintang, bukan di Jakarta, mestinya pemerintah pusat kembalikan pajak ekspor itu ke daerah, harus dikembalikan untuk membangun daerah kita,” kata Heri. “yang namanya angkut CPO kan ndak lewat langit dia, tetap lewat jalan. Jalan Kabupaten kan hancur mana ada pemerintah pusat bantu. Ini bukan tanggungjawab jalan pusat, tapi Kabupaten. Namun hasilnya mereka ambil saat ini, hasil cpo mereka ambil semua sumber hasil dari kehutanan, kayu ditebang.”
Pemerintah Provinsi Kalbar, kata Heri Jambri masih mendapatkan PAD dari CPO melalui pelabuhan. Sementara, di Sintang hanya dapat BPHTB yang tidak rutin tahunan.
“Kalau provinsi masih dapat karena ada pelabuhan, ada retribusi. Kita penghasil ndak dapat apa-apa. Maka saya berharap ada teman di DPR-Rai buatlah undang-undang pengembalian sumber daya alam ke daerah sesuai dengan porsinya masing-masing, jadi jangan hanya kita membantu membangun daerah lain tapi kita ndak dapat apa-apa. Yang didapat daerah hanya BPHTB, itu kita hanya dalam 25 tahun sekali. Ini menurut saya tidak masuk akal. Karena angkut TBs lewat jalan dibuat Kabupaten. Oke perusahaan punya jalan kebun, tapi keluar kebun kan lewat jalan pemerintah,” beber Heri.