www.ujungjemari.com, SINTANG- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Jeffray Edward meminta pemerintah daerah memberikan perlindungan hukum bagi petani yang membakar ladang. Sebab kegiatan berladang masyarakat merupakan budaya daerah yang diwariskan turun temurun.
“Kami menyayangkan ada petani di Kabupaten Sintang masih tetap diproses secara hukum oleh aparat akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). hal ini menjadi kekhawatiran bagi petani di Sintang,” ujar Jeffray yang juga merupakan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Sintang ini, Kamis (7/11/2019) lalu.
Padahal menurut Jeffray sudah ada kententuan yang mengakomodir kegiatan berladang masyarakat. Seperti Peraturan Bupati tentang perlindungan terhadap hak petani dan masyarakat adat sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan serta ketentuan peraturan daerah nomor 12 tahun 2015 tentang pengakuan dan perlindungan kelembagaan adat dan masyarakat hukum adat.
“Perbub itu harus disosialisasikan sampai menyentuh masyarakat hingga kepedalaman supaya dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga kegiatan berladang masyarakat tidak menyalahi ketentuan yang ada,” bebernya.
Baca Juga : [related_posts] |
Hingga sekarang ini solusi dari pemerintah untuk petani yang melaksanakan kegiatan ladang berpindah belum ada. “larangan membuka landang dengan cara membakar tidak disertai denga solusi dari pemerintah, tentu ini menjadi kekhwatiran bagi masyarakat,” jelasnya.
Bupati Sintang Jarot Winarno menjelaskan bahwa pemerintah Kabupaten Sintang sudah berupaya melindungi aktivitas berladang masyarakat dengan menerbitkan peraturan Bupati tentang tata cara pembukaan lahan bagi masyarakat di Kabupaten Sintang, namun ada batasanya.
“Lahan yang dibakar untuk kegiatan berladang tidak melebihi 2 (dua) hektar per kepala keluarga dan hanya diperbolehkan ditanami padi. Tidak boleh ditanam lada atau sawit,” terangnya.
Kemudia lanjut Jarot setiap Desa dalam satu hari hanya bisa membakar seluas 10 hektar dan disampaikan kepada Kepala Desa. “nanti kepada desa menyampaikan kepada aparat untuk dilakukan pengawasan,” ujarnya.
Meski bergitu Jarot mengaku pihaknya tahun 2019 ini lalai dalam mengantisipasi Karthutla. Regulasi atau ketentuan dari pemerintah daerah terkait membuka lahan dengan cara membakar untuk kegiatan berladang masih dilanggar.
“kita berhasil cegah Kahutla tahun 2016, 2017 dan 2018, tapi tahun 2019 ini saya akui pemerintah lalai, aparat lalai, aparatur desa juga lalai, tapi kita tidak menyalahkan siapa-siapa. Kita paham ladang berpindah bagian dari budaya masyarakat kita, tidak hanya di Sintang, negara lain seperti di hutan amazon juga ada ladang berpindah. Hanya saja tahun ini kita semua lalai, kegiatan membakar lahan untuk ladang sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang kita buat, bayangkan dalan satu hari terdapat lebih dari 500 hotspot di Sintang. Saya sampai dilarang pak Gubernur meninggalkan Kabupaten Sintang,” tutur Jarot.
Kedepannya kata Jarot Kegiatan berladang masyarakat harus mengikuti ketentuan yang telah dibuat pemerintah. Ketentuan tesebut juga harus sudah dipahami oleh masyarakat, “Hutan Kita tidak akan habis untuk kegiatan ladang berpindah, namun kegiatan berladang yang merupakan bagian dari budaya itu harus seusai aturan main yang dibuat pemerintah,” pungkasnya. (tim-red)