SINTANG, KALBAR– Tahun 2023 pemerintah pusat memberikan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor kelapa sawit bagi daerah penghasil. Kabupaten Sintang salah satu daerah yang mendapat DBH sawit sebesar 38 Miliar.
Kepala Bidang Pengembangan Perkebunan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Arief Setya Budi mengatakan Kabupaten Sintang memiliki luasan tertanam kelapa sawit terluas ketiga di Kalimantan Barat setelah Ketapang dan Sanggau.
Arif menyampaikan bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu), dijelaskan bahwa penggunaan DBH dalam sektor perkebunan meliputi pendataan petani, pendampingan, serta upaya untuk memperoleh sertifikasi ISPO serta mendukung kegiatan yang masuk dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) kelapa sawit berkelanjutan
“Ketiga kegiatan tersebut sudah kami anggarkan untuk tahun 2024. Dana DBH diperuntukkan untuk kegiatan tersebut, mulai dari pendataan hingga pendampingan agar petani bisa mendapatkan sertifikasi ISPO,” ungkap Arief.
Arief Setya Budi, menjelaskan bahwa harapan dari alokasi dana DBH di bidang perkebunan adalah untuk meningkatkan upaya sertifikasi sawit berkelanjutan, khususnya sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Dana DBH ini diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang telah kami rencanakan dalam RAD kelapa sawit berkelanjutan,” ujarnya.
Arief menambahkan bahwa di tingkat pusat terdapat Rencana Aksi Nasional (RAN), yang menjadi acuan bagi daerah dalam menyusun rencana aksi lokal. “Kami sudah menyusun rencana aksi daerah dan berharap bahwa dana DBH yang dikucurkan dari pemerintah pusat sejalan dengan perencanaan untuk mendukung sertifikasi sawit berkelanjutan,” katanya.
Meskipun DBH ini telah digaungkan sejak lama, pencairannya baru bisa terwujud pada tahun 2023 dan 2024. Pada tahun 2023, sudah ada alokasi dana yang mengalir ke masing-masing kabupaten, namun belum adanya aturan yang jelas mengenai penggunaan DBH membuat pelaksanaan baru bisa dilakukan pada tahun 2024. “Sampai saat ini, kita masih menunggu petunjuk pelaksanaan yang resmi,” tambahnya.
Arif mengatakan Sertifikasi ISPO tidak hanya penting untuk memenuhi standar keberlanjutan, tetapi juga menjadi syarat penting untuk memasuki pasar internasional yang semakin ketat dalam hal kelestarian lingkungan.
Namun, Arief juga mencatat tantangan yang dihadapi dalam proses sertifikasi ISPO. Meskipun pendanaan untuk pendampingan dan pendataan sudah tersedia, biaya untuk lembaga sertifikasi dan audit yang diperlukan dalam proses mendapatkan sertifikasi ISPO tidak dibiayai dari dana DBH.
“Ini menjadi masalah, karena biaya untuk lembaga sertifikasi dan audit sangat besar,” ujarnya