SINTANG, KALBAR- Bupati Sintang, Jarot Winarno menginginkan seluruh komoditas yang berasal dari Kabupaten Sintang adalah komoditas yang berkelanjutan. Ada beberapa komoditas unggulan di Kabupaten Sintang ini yakni sawit, karet dan lada. “sawit ini sudah mulai kita batasi,” kata Jarot saat membuka kegiatan Pelatihan Negosiasi Efektif Dalam Penyusunan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sektor sawit Kalimantan Barat, di Ballroom Hotel My Home Sintang, Selasa (30/03/2021).
Pada kegiatan yang diselengarakan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi Kalimantan Barat dan juga di fasilitasi oleh CNV Internasional tersebut, Jarot menyampaikan bahwa Kabupaten Sintang adalah Kabupaten Lestari atau sustainable district yang merupakan salah satu inisiator pendiri yang namanya Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL). Sawit dikategorikan sustainable kalau mengikuti yang namanya NDPE ( no deforestation, peatland and exploitation) di tambah dengan learn burning. “Kalau ada perusahaan sawit yang bakar lahannya untuk nanam sawit kita cabut izinnya,” ujar Jarot.
Kemudian lagi kata dia, tidak mengelola lahan gambut. “kalau ada yang mengelola harus ikuti protokol reservasi gambutnya, dan selanjutnya tidak terkena kawasan hutan”kata dia.
Jarot menegaskan, jika ada perusahaan sawit yang masuk dalam kawasan hutan maka Pemkab Sintang akan mencabut izin operasionalnya. “jadi sekarang ini saya jamin 50 perusahaan sawit yang ada di Sintang seluruhnya tidak terkena kawasan hutan dan jangan sampai membakar lahan untuk nanam sawit,” ujarnya.
Namun menurut Jarot, terkadang perusahaan itu lemah dalam menjaga hubungan industrial atau hubungan antara perusahan dengan para pekerjanya, karena sering terjadinya exploitasi terhadap para pekerjanya. Misal exploitasi terhadap pekerja perempuan, pekerja anak-anak dan pekerja secara keseluruhan. “apakah di perusahaan itu tidak ada exploitasi?, Rasanya belum, karena masih banyak sekali konflik hubungan industrial yang sering terjadi di sintang ini. Sehingga tidaklah kita kategorikan sustainable atau berkelanjutan kalau masalah exploitasi tenaga kerja tidak di selesaikan,” terang Jarot.
“saya pernah hadir di acara sustainable palm oil summit di Jaarbeurs, Ultrecht Belanda tanggal 14 Juni 2019 lalu sebagai pembicaranya, jadi argumentasi buyer atau pembeli di eropa itu tidak mau beli sawit kita itu karena sering terkena kawasan hutan, masih ada yang bakar lahan nanam sawit, dan masih ada exploitasi tenaga kerja, inilah yang selalu menjadi argumen mereka menolak produk sawit dari kita. Jadi artinya kita ini belum sustainable/berkelanjutan,” kata Jarot.
Untuk itulah kata Jarot kegiatan ini sangat penting, terlebih di Kabupaten Sintang ini baru 1 dari 50 perusahaan yang sudah membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) “ternyata saya cek tadi yang sudah membuat PKB itu baru 1 perusahaan, bayangkan tu dari 50 perusahaan, mudah-mudahan nanti bertambah lah, jangan hanya 1 atau 2 saja,”ucap Jarot.
Karena kata Jarot, Kabupaten Sintang yang memang merupakan kabupaten lestari mewajibkan seluruh kebun bersertifikasi. “jadi 2 perusahaan sudah bersertifikat RSPO, kemudian lagi sisanya ISPO. Yang ISPO ni ada yang sudah keluar sertifikasinya, ada yang masih masuk tahap satu dan tahap duanya,” jelas Jarot. (Tim-Red)