SINTANG, KALBAR- Ketua DPRD Sintang Florensius Ronny mengikuti pelaksanaan Coffee Morning Siaga Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kabupaten Sintang pada Jumat, 23 Juli 2021 di Langkau Kita Rumah Dinas Wakil Bupati Sintang.
Ia menyampaikan saat ini memang masyarakat pedalaman sedang memasuki musim berladang yang dilakukan secara tradisional. Ronny mengatakan saat ini belum ada solusi kongrit dari pemerintah terkait inovasi pertanian bagi masyarakat sintang sebagi pengganti ladang berpindahatau bakar ladang. Sehingga berladang dengan cara membakar masih dilaksanakan masyarakat.
“Kami DPRD Kabupaten Sintang adalah representasi dari masyarakat Kabupaten Sintang, memang harus menyampaikan aspirasi masyarakat, bahwa mereka tidak ada pilih lain selain membakar ladang mereka,” terang Florensius Ronny
Ronny mengatakan pihanknya mendukung jika Pemkab Sintang mengajukan bantuan berupa hexavator dan pupuk untuk para peladang tradisional sehingga ke depannya ketika ada alat hexavator untuk membersihkan ladang dan untuk menghilangkan zat asam tanah sudah ada pupuk, maka peladang sudah bisa tidak membakar ladang lagi.
Berdasarkan rapat-rapat di DPRD Kabupaten Sintang khususnya di Komisi D. Ada lahan masyarakat yang belum diserahkan tetapi masuk kedalam kawasan ijin hak guna usaha investor perkebunan. Misalnya ada terjadi kebakaran pada lahan warga tersebut, sehingga pihak kebun melaporkan masalah ini ke Polsek atau Polres Sintang. “Kan itu yang sering terjadi, yang mana investor perkebunan yang melaporkan masyarakat ke aparat penegak hukum,” terangnya.
“ini yang awal mulanya, terjadi kasus pada 2019 yang lalu. ini PR kita bersama. Kawasannya masuk perijinan, padahal tanah tersebut belum diserahkan masyarakat. Kami juga siap kalau Perbup ini dinaikan menjadi Perda. Kami siap menerima dan membahasnya dalam sebuah pansus,” tembah ronny.
“Kearifan lokal seyogianya baik. Soal kearifan lokal dalam hal membakar ladang, saya juga waktu kecil dulu pernah ikut. Disana ada gotong royongnya, satu ladang dibakar ramai-ramai, membuat sekat api, dan setengah jam sudah selesai mereka membakar ladangnya,” cerita Ronny.
Ronny mengatakan masyarakat pelada membakar ladang mereka, karena untuk mempermudah membersihkan ladang, menghilangkan zat asam yang ada dalam tanah sehingga tanaman padi bisa tetap subur tanpa adanya pemberian pupuk.
Keterbatasan Pemda Sintang memang tidak mampu menyediakan pupuk gratis bagi masyarakat, belum mampu menyiapkan alat pertanian modern seperti hexavator untuk membuat ladang, sehingga petani peladang masih menggunakan cara tradisional yakni membuka ladnagan dengan cara membakar.
“berita baiknya, dari aturan yang ada, di Kelam Permai saya melihat, tidak ada warga yang mampu membuka ladang lebih dari satu hektar untuk satu kepala keluarga. Semua dibawah 2 hektar. Mereka juga sudah tahu aturan soal larangan lebih dari 2 hektar. Masyarakat juga sebelum membakar ladang sudah membuat sekat api, artinya sudah ada pembatasan sehingga mampu mengurangi resiko untuk merambat ke lokasi lain,” ceritanya. (tim-Red)