SINTANG, KALBAR – Seorang oknum sopir ambulance di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ade M Djoen Sintang diduga melakukan pemerasan terhadap keluarga pasien asal Nanga Mau, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang, Senin 15 Juli 2024 malam.
Oknum tersebut diduga meminta biaya tambahan sekitar 1 juta rupiah, padahal di dalam Perbup No 1 tahun 2024 untuk tarif pengantaran jenazah dari Sintang ke Kayan Hilir hanya senilai 690 ribu rupiah.
Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Sintang, Santosa mengatakan bahwa dirinya sangat menyesalkan kejadian tersebut. Ia menilai oknum sopir tidak memiliki rasa kemanusiaan.
“Sopir ini tidak ada rasa kemanusiaannya sama sekali, padahal di dalam perbup sudah jelas dari Sintang ke Nanga Mau itu ada dikisaran 600-700 ribu, karena jaraknya hanya 70 kilometer dan 20 liter minyak cukup untuk pulang dan pergi,” ucap Santosa di RSUD Sintang, Selasa 16 Juli 2024.
Santosa mengungkapkan bahwa dari awal dirinya memang sudah curiga dengan gelagat oknum sopir, pasalnya dari awal sudah minta tarif 1.6 juta. Melihat hal tersebut dirinya langsung menelfon Direktur RSUD Sintang.
“Setelah saya telfon, beliau menyampaikan semua administrasi sudah beres dan tarifnya sudah sesuai dengan perbup senilai 690 ribu bahkan tinggal berangkat,” kata Santosa.
Namun setelah mereka berangkat dan sampai di SPBU Tugu Beji, oknum sopir mengisi minyak dan meminta tambahan biaya senilai 1 juta rupiah.
“Kemudian keluarga menelfon kami mengatakan bahwa oknum sopir meminta tambahan biaya 1 juta, kemudian nawar lagi 500 kalau tidak ada 1 juta dengan alasan nambah selisih minyak. Jangankan 500 ribu sampai 1 juta, 100 ribu pun mereka tidak punya duit dan mirisnya pasien diturunkan dijalan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, dia meminta pihak Rumah Sakit untuk memberikan sanksi tegas terhadap oknum sopir ambulance tersebut.
“Bahkan kami juga meminta oknum sopir dihukum secara adat, karena sudah menurunkan mayat ditengah jalan,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur RSUD Ade M Djoen Sintang, Ridwan Toni Hasiholan Pane mengatakan bahwa pihaknya telah meminta maaf terkait kejadian tersebut.
Ia mengatakan di perbup No 1 tahun 2024 memang sudah mengatur mengenai tarif dan biayanya sudah termasuk uang sopir, perawat dan bensin.
“Untuk kendaraan yang semalam karena dia pakai dexlite dan sebenarnya tidak kita rekomendasikan karena ada selisih tarifnya. Kalaupun harus dipakai tarifnya tidak boleh dibebankan dengan pasien, harusnya kita yang menangggung, makanya mobil itu hanya dipakai operasional di kota saja karena ada beda tarifnya,” jelas Pane.
Ia juga menjelaskan terkait dengan sanksi terhadap oknum sopir tentu ada mekanismenya karena yang bersangkutan adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Tentu nantinya oknum sopir ini akan kita tindak sesuai aturan yang belaku bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, karena ada mekanisme yang harus kita taati,” tuturnya.
Klarifikasi oknum supir ambulans
Pada malam itu, sopir ambulans RSUD Ade M Djoen Sintang berinisial S mengatakan bahwa sebelum berangkat, pihak keluarga menelepon untuk menanyakan biaya ambulans.
“Saya menjelaskan bahwa biaya ambulans yang akan digunakan berbeda dengan yang tertera dalam Peraturan Bupati (Perbup) karena menggunakan dexlite, dengan harga Rp 14.900 per liter. Sedangkan biaya BBM yang ditetapkan dalam Perbup adalah Rp 9.500 per liter. Jadi, saya meminta keluarga pasien untuk mengganti selisih biaya BBM ini,” jelasnya.
“Selisih inilah yang saya minta penggantian ke pihak keluarga. Sehingga timbul perselisihan bahwa saya ingin menurunkan keluarga pasien. Padahal, saya ingin menurunkan keluarga pasien dan menggantinya dengan ambulans yang standar Perbup,” jelasnya.