Sengketa Batas Desa di Sintang Belum Tuntas

oleh

www.ujungjemari.com [SINTANG]- Wakil Bupati Sintang, Drs. Askiman, MM memimpin rapat mengenai pengurusan sengketa wilayah batas desa di Balai Pegodai komplek rumah dinas wakil bupati Sintang, Senin (2/4/2018).

Rapat ini merupakan proses monitoring dan evaluasi atas kinerja tim penyelesai sengketa batas wilayah di Kabupaten Sintang. Tim terdiri dari beberapa instansi terkait, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Bagian Hukum Sekretariat Daerah, Badan Pertanahan Nasional, Dinas Tata Ruang, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.

“Kita tahu ada 100an desa kita yang menjadi pemekaran wilayah beberapa waktu lalu yang masih ada masalah soal batas,” kata Askiman. “Ada batas-batas yang belum disepakati, ada juga yang sudah disepakati namun belum ada penegasannya, itulah yang harus kita selesaikan segera,” tambahnya.

Menurut Askiman, konflik yang berkaitan dengan penegasan penetapan batas wilayah desa akan memicu munculnya ketidakstabilan di Sintang. Ia menegaskan kembali langkah-langkah yang harus dilakukan oleh tim kedepannya.

“Prinsipnya, kita (pihak pemerintah) harus netral, kita gunakan dasar peta tata ruang kabupaten dan kita gunakan peta pembentukan desa lama,” kata Askiman. “Kita lakukan sosialisasi kembali atas peraturan bupati (perbup) salah satunya tentang penegasan bahwa hak masyarakat atas sumber daya alam sebelumnya dimiliki secara turun temurun tidak berubah oleh karena adanya penegasan batas wilayah,” tegasnya.

Askiman mengharapkan adanya telaah ulang atas dokumen-dokumen yang ada terkait dengan pemekaran desa. kemudian tim dapat melakukan sinkronisasi peta.

Pada kesempatan itu, plh. Kepala Dinas PMPD (pemdes), Ulidal Mohtar menyampaikan beberapa kendala yang terjadi dalam proses sengketa batas wilayah desa.

“Prosesnya agak rumit karna masing-masing pihak berkeras atas batas-batas yang diklaim oleh masyarakat, sehingga muncul perdebatan yang cukup emosional,” kata Ulidal. “Proses ini juga memakan waktu yang cukup panjang dalam pelaksanaannya,” tambahnya.

“Ada konflik kepentingan yang muncul setelah batas wilayah dibuat namun belum ditegaskan, misalnya keberadaan perusahaan di daerah batas wilayah,” kata Ulidal lagi. “Kita hanya mampu mengakomodir 1-2 desa setiap tahun, karna keterbatasan anggaran,” pungkasnya. (Evy/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *